Minggu, 25 Januari 2009

Mengatasi “ Rabun Dekat “ Aset Daerah

Keberadaan dan pengelolaan aset milik pemerintah daerah dalam kondisi memprihatinkan. Banyak pejabat dan aparat daerah kurang peduli dan belum mengelola aset secara efektif, efisien, dan profitable. Akibatnya, tidak sedikit aset daerah yang pindah tangan secara tidak wajar atau dikelola pihak lain dengan sewa yang sangat kecil. Kurangnya profesionalitas manajemen asset daerah menimbulkan persoalan serius di kemudian hari.

Oleh : HEMAT DWI NURYANTO
Keberadaan aset daerah pada saat ini melahirkan paradox dalam hal usaha peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pengelolaan aset daerah ibaratnya seperti penderita rabun dekat. Akibatnya, potensi besar yang sudah ada di depan mata tidak tergarap optimal.
Kepala daerah yang menjadi penanggung jawab utama aset daerah harus membangun sistem informasi aset daerah yang sesuai dengan regulasi. Sistem informasi itu sebaiknya sesuai dengan perkembangan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi terkini berbasis internet.
Sudah cukup banyak perangkat aplikasi untuk mengelola aset daerah yang harganya murah dan hasil pengembang dalam negeri yang bersifat open sources. Tidak bisa ditunda-tunda lagi bahwa aset daerah perlu segera diinventarisasi agar tindakan korupsi dapat dicegah. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan cukup banyak modus sertifikat ganda yang telah menggerogoti aset negara dan menyebabkan ketidakjelasan status tanah yang berpengaruh terhadap pembangunan dan investasi.
Pokok pangkal dari kasus di atas disebabkan banyak instansi pemerintah hingga pemerintah desa sangat teledor dan belum tergerak untuk mendaftarkan dan mengelola asetnya secara benar. Kalaupun ada, itu pun hanya bersifat incidental atau proyek sesaat dan belum sistematis dalam kerangka manajemen asset. Perlu diingat, penyertifikatan tanah merupakan langkah tepat untuk menata aset Negara dan sesungguhnya pendaftaran tanah di seluruh NKRI adalah kewajiban pemerintah.
Namun, karena keteledoran, hingga saat ini diperkirakan 75 persen bidang tanah aset pemerintah belum bersertifikat. Ihwal rendahnya persentase sertifikasi untuk tanah aset daerah juga terjadi di Kota Bandung. Aset tanah milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung yang belum bersertifikat mencapai puluhan ribu tempat. Bahkan, banyak kantor dinas yang hingga saat ini belum memiliki sertifikat tanah yang bisa menimbulkan berbagai modus penyerobotan dan penyalahgunaan.

Lima Tahapan

Pada masa mendatang, manajemen asset terbagi menjadi lima tahapan kerja yang satu sama lainnya saling berkaitan dan terintegrasi. Tahap pertama adalah inventarisasi aset yang terdiri atas dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis atau legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat, dan lain-lain. Adapun aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan dalam tahapan pertama adalah pendataan, kodifikasi atau labelling, pengelompokkan, pembukuan.
Tahapan kedua adalah legal audit, yaitu satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, serta identifikasi dan pencarian solusi atas permasalahan legal. Selain itu, juga strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset.
Tahapan ketiga adalah penilaian aset, yaitu satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan konsultan independen. Hasil dari nilai aset tersebut akan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan ataupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual. Tahapan keempat adalah optimalisasi aset, yaitu proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang terkandung dalam aset tersebut.
Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasai pemda di identifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Tahapan kelima adalah pengembangan sistem informasi manajemen aset, yaitu sebagai wahana untuk pengawasan dan pengendalian aset. Melalui wahana tersebut, transparansi dalam pengelolaan aset bisa terjamin sehingga setiap penanganan terhadap suatu aset bisa termonitor secara jelas, dari lingkup penanganan hingga siapa yang betanggung jawab menanganinya.

Dibiarkan terlantar

Pakar manajemen aset, Doli D Siregar, menyatakan, filosofi dari manajemen aset adalah optimizing the utilization of assets in terms of service benefit and financial return, yang mengandung pengertian bahwa pengelolaan aset membutuhkan minimalisasi biaya kepemilikan (minimize cost of ownership), memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset utilization).
Selain memahami filosofinya, pengelola aset daerah harus memahami secara benar pengertian mengenai barang milik daerah versi terbaru. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007, prinsip dasar pemanfaatan barang daerah adalah tidak membebani APBD dari segi pemeliharaan dan penyerobotan oleh pihak lain dan menciptakan sumber PAD yang signifikan.
Bentuk-bentuk optimalisasi pemanfaatan aset milik daerah tersebut dapat berupa penyewaan aset, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, dan bangun serah guna. Yang dimaksud dengan optimalisasi pemanfaatan aset adalah usaha yang dapat dilakukan dengan pertimbangan mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah.
Pemanfaatan barang milik daerah yang optimal akan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, sekaligus mengatrol pendapatan daerah. Sayangnya, optimalisasi aset daerah pada saat ini masih jauh dari kenyataan. Yang terjadi justru banyak aset daerah yang dibiarkan telantar, diserobot, atau disewakan semurah-murahnya kepada pihak lain dengan cara di bawah meja.
Oleh sebab itu, adalah penting mengevaluasi optimalisasi pemanfaatan aset/barang milik daerah dengan cara mengevaluasi secara detail terhadap pemanfaatan aset saat ini (existing use) dengan hal yang sama di luar aset daerah, misalnya besarnya sewa, tingkat produksi, harga barang, dan parameter lainnya. Selain itu, penting juga mengevaluasi perbandingan pendapatan dari aset (return on asset). Dari hasil evaluasi terhadap penerimaan masing-masing aset tersebut dapat diambil tindakan tegas dan langkah strategis ke depsan.

Tidak ada komentar: